BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pengangguran adalah masalah makro
ekonomi yang mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan yang paling
berat. Bagi kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berarti menurunkan standar
kehidupan dan tekanan psikologis. Jadi
tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang sering dibicarakan
dalam perdebatan politik dan para politisi sering mengklaim bahwa kebijakan
yang mereka tawarkan akan membantu terciptanya lapangan kerja.
Para pelaku ekonomi mempelajari pengangguran
untuk mengidentifikasi penyebabnya dan untuk membantu memperbaiki kebijakan
publik yang mempengaruhi pengguran. Sebagian dari kebijakan tersebut, seperti
program pelatihan kerja membantu orang untuk mengurangi kesulitan pekerjaan.
Kebijakan lain, seperti asuransi pengangguran, membantu mengurangi kesulitandan
dialami para pengguran. Tetapi kebijakan lainnya tetap saja mempengaruhi
munculnya pengguran secara tidak sengaja. Undang – undang yang menetapkan upah
minimum yang tinggi, minsalnnya akan cenderung meningkatkan penggangguran di
kalangan angkatan kerja yang kurang terdidik dan kurang berpengalaman.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang
menjadi permasalahan adalah :
1. Mengapa
selalu ada mengguran ?
2. Apa
yang menentukan tingkat mengguran ?
3. Determinan
dari tingkat penggangguran alamiah (natirat rate of unemployment)?
1.3 Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan
pembahasan adalah :
1.
Untuk
mengetahui mengapa selalu ada pengangguran.
2.
Untuk mengetahui
apa yang menentukan tingkat pengangguran.
3.
Untuk
mengetahui Determinan dari tingkat penggangguran alamiah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kehilangan Pekerjaan, Perolehan Pekerjaan, dan
Tingkat Pengangguran Alamiah
Tingkat
pengganguran alamiah
(natural rate of uneployment) adalah
tingkat pengangguran rata-rata dalam perekonomian yang berfluktuasi. Tingkat
pengangguran alamiah bisa dipandang sebagai tingkat pengangguran yang
mempengaruhi gravitasi dalam jangka panjang, dengan adanya ketidak sempurnaan
pasar tenaga kerja yang menyulitkan pekerja dari proses perolehan pekerjaan
dengan segera.
Setiap
hari sebagian pekerja kehilangan pekerjaan atau keluar dari pekerjaannya, dan
sebagian dari yang menganggur diterima bekerja.
Pasang surut yang terjadi secara terus-menerus ini menentukan bagian
dari angkatan kerja yang menganggur. Model dinamika angkatan kerja yang menunjukkan
hal-hal faktor-faktor penentu tingkat pengangguran alamiah.
Berawal
dari beberapa notasi. Notasi L menunjukkan angkatan kerja. E jumlah orang yang bekerja, dan U jumlah pengangguran. Karena orang
dalam usia kerja berinvestasi antara bekerja atau menganggur, maka angkatan
kerta adalah jumlah orang yang bekerja dan menganggur : L = E + U
Dalam
notasi ini. Tingkat pengangguran adalah U
/ L.
Untuk
melihat apakah yang menentukam tingkat pengangguran, maka diasumsikan angkatan
kerja L adalah tetap dan memfokuskan
pada perubahan individu dalam angkatan kerja diantara bekerja dan penganggur. Ini
ditunjukkan dalam gambar 2-1 Notasi S menunjukkan tingkat pemutusan
kerja, bagian dari tenaga kerja yang kehilangan pekerjaannya setiap bulannya.
Notasi f menunjukkan tingkat
perolehan pekerjaan, bagian dari pengangguran yang mendapatkan pekerjaan setiap
bulannya. Tingkat pemutusan kerja s dan
tingkat perolehan pekerjaan f secara bersama-
sama menentukan tingkat pengangguran.
Jika tingkat penggangguran tidak
naik atau turun yaitu, jika pasar tenaga kerja berada dalam kondisi mapan maka
jumlah orang yang mendapatkan pekerjaan harus sama dengan jumlah orang
kehilangan pekerjaan. Jumlah orang yang memeperoleh pekerjaan adalah fU dan jumlah orang yang kehilangan
pekerjaan adalah sE, sehingga kita
bisa menulis kondisi mapan sebagai : fU = SE.
Ini
dapat digunakan untuk mendapatkan tingkat pengangguran kondisi mapan. Dari suatu
perusahaan, di ketahui bahwa E = L – U
; yaitu jumlah orang yang bekerja sama dengan angkatan kerja dikurangi jumlah
pengangguran. Jika kita mengganti (L - U)
untuk E dalam kondisi mapan. Kita
peroleh fU = S (L - U)
untuk
mendapatkan tingkat pengangguran, maka dibagi kedua sisi persamaan ini dengan L untuk mendapatkan
sekarang
di cari U/L ;
persamaan
ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran kondisi mapan U/L bergantung pada
tingkat pemutusan kerja s dan tingkat
perolehan kerja f. Semakin tinggi
tingkat pemutusan kerja, semakin tinggi tingkat perolehan kerja, semakin rendah
tingkat pengangguran.
Meskipun bermanfaat dalam mengaitkan
tingkat pengangguran dengan pemutusan kerja dan perolehan kerja. Jika seseorang
selalu bisa memperoleh kerja dengan cepat, maka tingkat perolehan kerja akan
sangat tinggi dan tingkat pengangguran akan mendekati nol. Model tingkat
pengangguran ini mengasumsikan bahwa perolehan kerja tidak bersifat instan.
transisi antar
menjadi pekerja atau penganggur dalam setiap
periode, sebagian dari orang yang bekerja kehilangan pekerjaan mereka, dan
sebagian dari pada penganggur memperoleh pekerjaan. Tingkat pemutusan kerja
perolehan kerja menentukan tingkat pengangguran.
|
pemutusan
kerja (s)
orang
yang bekerja pengangguran
perolehan
kerja
2.2
Pencari
Kerja dan Pengangguran Friksional
Salah
satu alasan bagi adanya pengangguran adalah butuhnya waktu untun mencocokkan
antara para pekerja dengan pekerjaan. Model equilibrium pasat tenaga kerja
agregate yang mengasumsikan bahwa seluruh pekerja dan seluruh pekerjaan adalah
indentik. Jika ini benar dan pasar tenaga kerja berada dalam kondisi
equilibrium, maka kehilangan pekerjaan tidak menyebabkan pengangguran, pekerja yang keluar dari pekerjaannya akan
segera mendapatkan pekerjaan baru pada upah besar.
Dalam
kenyataannya, para pekerja mempunyai preverensi serta kemampuan yang berbeda,
dan pekerjaan memiliki karekteristik yang berbeda. Sementara itu arus informasi
tentang calon karyawan dan lowongan kerja tidak sempurna, serta mobilitas
geografis pekerjaan tidak instan. Untuk semua alasan ini, mencari pekerja yang
tepat membutuhkan waktu serta usaha, dan ini cenderung mengurangi tingkat
perolehan kerja tentu saja, karna pekerjaan yang berbeda membutuhkan keahlian
yang berbeda oleh waktu yang dibutuhkan orang untuk mencari pekerjaan tersebut pengangguran friksional (friksional unemployment).
Pengangguran
friksional tidak bisa diletakkan dalam perekonomian yang sedang berubah. Untuk
beberapa alasan, jenis-jnis barang yang dikonsumsi perusahaandan rumah tangga bervariasi
sepanjang waktu. Ketika permintaan terhadap barang bergeser, permintaan
terhadap tenaga kerja yang memproduksi barang-barang tersebut juga berubah.
2.2.1
Kebijakan
Publik dan Pengangguran Friksional
Banyak
kebijakan publik berusaha munurunkan tingkat pengangguran alamiah dengan mengurangi
pengangguran friksional. Kantor ketenagakerjaan pemerintah menyebarkan informasi
tentang lowongan untuk mencocokkan pekerjaan
dengan para pekerja secara lebih efisien. Program pelatihan ulang yang di adakan oleh
pemerintah di rancang untuk memperlancar rtansisi pekerja dari industri yang
sedang menurun keindustri yang sedang tumbuh. Jika berhasil menaikkan tingkat
pekerjaan, program ini akan akan mengurangi tingkat pengangguran alamiah.
Sedangkan program pemerintah lain
caranya secara tidak sengaja meningkatkan pengangguran friksional. Salah
satunya adalah asuransi pengangguran (uneployment
insurance). Menurut program ini, para penganggur bisa mengambil sebagian
dari upah mereka selama periode tertentu setelah mereka kehilamgan pekerjaan.
Dengan mengurangi kesulitan ekonomi
para pengangguran, asuransi pengangguran meningkatkan jumlah pengangguran
friksional dan meningkatkan tingkat pengangguran alamiah. Para pengangguran
yang menerima tujuan asuransi
pegangguran menjadi berkurang tekanannya dalam mencari pekerjaan baru dan
cenderung menolak tawaran pekerjaan yang tidak menarik. Kedua perubahan prilaku
ini mengurangi tingkat perolehan
pekerjaan. Selain itu, karena para pekerja tahu bahwa pendapatan mereka
sebagian dilindungi oleh asuransi pengangguran, maka mereka kurang suka mencari
pekerjaan dengan prospek yang stabil dan tidak terlalu peduli pada jaminan
keamanan kerja. Perubahan prilaku ini meningkatkan tingkat pemutusan hubungan kerja.
Walaupun asuransi pengangguran
meningkatkan tingkat pengangguran alamiah, tidak berarti bahwa kebijakan
tersebut keliru. Program ini juga memiliki manfaan mengurangi ketidak pastian
pekerja tentang pendapatannya. Lebih dari itu, dorongan terhadap para pekerja
untuk menolak tawaran pekerjaan yang tidak menarik dapat mengarah pada
pencocokan yang lebih baik antara pekerja dan pekerjaan.
2.3 Kekakuan Upah Riil dan Pengangguran Struktural
Alasan
kedua adanya pengangguran adalah kekakuan upah (wage rigidity) adalah gagalnya
upah melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan
permintaan. Dalam model equilibrium pasar tenaga kerja, sebagai mana telah
dijelaskan bahwa upah riil berubah untuk menyeimbangkan penawan dan permintaan.
Tetapi upah tidak selalu fleksibel. Kadang-kadang upah-riil mengurangi tingkat
kliring pasar (market clearing level)
atau tingkat equilibrium.
Gambar 2.3
menunjukkan
Kekakuan upah riil menyebabkan penjatahan pekerjaan
jika upah riil tertahan di atas
tingkat equilibrium, maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya.
Akibatnya adalah pengangguran.
|
Jumlah
pengangguran
|
Jumlah tenaga kerja yang ingin bekerja
|
||
Jumlah tenaga kerja
yang
dipekerjakan
|
|
||
upah
riil yang kaku
|
Tenaga kerja
.
Gambar 2.3 menunjukkan mengapa kekakuan upah menyababkan
pengangguran. Ketika upah riil berada diatas tingkat yang menyeimbangkan
penawaran dan permintaan, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah
yang diminta.
Pengangguran yang disebabkan yang disebabkan
oleh kekakuan upah dan permintaan pekerjaan disebut pengangguran struktural.
Para pekerja yang tidak dipekerjakan yang paling cocok dengan keahlian mereka,
tetapi karena pada tingkat upah berlaku, penawaran tenaga kerja melebihi
permintaannya. Para pekerja ini hanya menunggu pekerjaan yang akan tersedia.
Ketika upah riil melebihi tingkat
equilibrium dan penawaran pekerja melebihi permintaannya, kita bisa berharap
perusahaan menurunkan upah yang mereka bayar. Pengangguran struktural muncul
karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan penawaran tenaga
kerja.
2.3.1 Tiga Hal yang Menyebabkan Kekakuan
Upah
1.
Undang-undang Upah Minimum
Ketika
pemerintah memepertahankan upah agar tidak mencapai tingkat equilibrium, hal
itu dapat menimbulkan kekakuan upah. Undang-undang upah minimum menetapkan
tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para karyawannya.
Sejak keluarnya undang-undang standar kerja yang adil tahun 1938 (fair lebor standards act of 1938),
pemerintah federal AS memaksakan upah minimum yang biasa nya berada di antara
30 sampai 50 persen dari upah rata-rata dalam industri manufaktur. Bagi
sebagian besar pekerja, upah minimum ini tidak berpengaruh, karena mereka
menikmati upah diatas upah minimum. Bagi sebagian lainnya, terutama yang tidak
terdidik dan kurang berpengalaman, upah minimum meningkatkan upah mereka diatas
tingkat equilibriumnya. Karena itu, upah minimum mengurangi sejauh tenaga kerja
yang di minta perusahaan.
Para
ekonomi percaya bahwa upah minimum memiliki dampak terbesar terhadap
pengangguran usia muda. Upah equilibrium para pekerja usia muda cenderung
rendah karena dua alasan. Pertama, karena para pekerja usia muda termasuk
anggota angkatan yang kurang terdidik dan kurang berpengalaman, mereka
cenderung memiliki produktifitas marginal yang rendah. Kedua, para pemuda seringkali mengambil sebagian dari “konfensasi”
mereka dalam bentuk on-the-job training
ketimbang bayaran langsung. Magang adalah contoh pelatihan klasik yang
diberikan sebagai pengganti upah. Untuk kedua alasan ini, upah yang
menyeimbangkan penawaran pekerja usia muda dengan permintaannya adalah rendah.
Karena itu upah minimum seringkali berpengaruh pada para pemuda ketimbang yang
lainnya dalam angkatan kerja.
Upah
minimum merupakan sumber perdebatan polotik yang tidak ada habisnya para
pendukung upah minimum yang lebih tinggi memandangnya sebagai sarana
meningkatkan pendapatan para pekerja miskin. Tentu saja, upah minimum hanya
memberikan standar kehidupan yang lebih kecil.
Banyak
ekonom dan pembuat kebijakan kepercayaan bahwa keringanan pajak adalah cara
yang lebih baik untuk meningkatkan pendapatan para pekerja miskin. Keringanan pajak pendapatan yang diterima adalah
jumlah yang dikurangkan dari pajak yang ditanggung oleh keluarga para pekerja
minskin. Untuk keluarga dengan pendapatan yang sangat rendah, keringanan
melebihi pajaknya, dan keluarga menerima pembayaran dari pemerintah. Tidak
seperti upah minimum, keringanan pajak pendapatan yang diterima tidak
meningkatkan biaya tenaga kerja dan, karena itu, tidak mengurangi jumlah tenaga
kerja yang diterima. Namun demikian, keringanan pajak memiliki kelemahan karena
mengurangi penerimaan pajak pemerintah.
2. Serikat
Pekerja dan Posisi Tawar-Menawar kolektif
Penyebab
dari kekakuan upah yang kedua adalah kekakuan monopoli serikat kerja. Serikat
pekerja juga dapat mengurangi upah yang dibayar perusahaan yang memiliki
angkatan kerja yang tidak menjadi anggota serikat pekerja karena ancaman
pembentukan serikat pekerja bisa mempertahankan upah diatas tingkat
equilibrium. Serikat pekerja tidak hanya meningkatkan upah tetapi meningkatkan
kekuatan posisi tawar-menawar pekerja pada banyak hal lain, seperti jam kerja
dan kondisi kerja. Perusahaan bisa saja membayar para pekerja dengan upah yang
tinggi agar mereka tetap gembira untuk
mencegah membentuk serikat pekerja.
Pengangguran
yang di sebabkan oleh serikat pekerja dan ancaman pembentukan serikat pekerja (unionization) merupakan sebuah contoh
konflik antara kelompok kerja yang berbeda orang dalam (insiders) dan orang
luar (outsider). Para pekerja yang
sudah bekerja pada suatu perusahaan, orang dalam, biasanya perusahaan mempertahankan upah tetap
tinggi. Para pengangguran, orang luar,
menentang memberikan upah yang tinggi karena pada upah yang lebih rendah mereka
bisa dipekerjakan. Kedua kelompok ini cenderung memiliki kepentingan yang
bertentanngan. Dampak dari setiap proses tawar-menawar terhadap upah dan
kesempatan kerja sangat tergsntung ada pengaruh relatif dari masing-masing
kelompok.
3. Upah
Efisiensi
Teori
upah efisiensi mengajukan penyebab
ketiga dari kekakuan upah selain undang-undang upah minimum dan pembentukan
serikat kerja. Teori ini menyatakan bahwa upah yang tinggi membuat para pekerja
lebih produktif. Pengaruh upah terhadap evisiensi pekerja dapat menjelaskan
kegagalan perusahaan untuk memangkas upah meskipun terjadi kelebihan penawaran
tenaga kerja dan akan mengurangi tagihan upah perusahaan, pengurangan upah juga
akan memperendah produktivitas pekerja dan laba perusahaan
Para
ekonomi mengajukan berbagai teori untuk menjelaskan bagai mana upah mempengaruhi
produktifitas pekerja. Sebuah teori upah
efisiensi yang pertama, yang lebih
banyak diterapkan di negara miskin, menyatakan bahwa upah mempengaruhi nutrisi.
Pera pekerja yang di bayar dengan upah memadai bisa membeli lebih banyak
nutrisi, dan para pekerja yang lebih sehat akan lebih produktif. Suatu
perusahaan mungkin akan membayar upah di atas tingkat equilibrium untuk menjaga
agar tenaga kerjanya tetap sehat.
Teori
upah efisiensi yang kedua, yang lebih
releven begi negara-negara maju, menyatakan bahwa upah yang tinggi menurunkan
perputaran tenaga kerja. Para pekerja keluar dari pekerjaannya karena sebagian
alasan untuk menerima posisi yang lebih baik di perusahaan lain, mengubah
karier, ataupun pindah kewilayah lain. Semakin besar perusahaan membayar pekerjaanya,
semakin besar insentif mereka untuk tetap bekerja dalam perusahaan tertentu.
Dengan membayar upah yang tinggi, perusahaan mengurangi frekuensi pekerja yang
keluar dari pekerjaan, sekaligus mengurangi waktu yang dibutuhkan perusahaan
untuk menarik dan melatih pekerja baru.
Teori
upah efisiensi ketiga, kenyataan
bahwa kualitas rata-rata dari tenaga kerja perusahaan tergantung pada upah yang
dibayar kepada karyawannya. Jika perusahaan mengurangi upahnya, maka pekerja
terbaik bisa mengambil pekerjaan di tempat lain, menininggalkan perusahaan
dengan para pekerja tidak terdidik yang memiliki lebih sedikit alternatif. Para
ekonomi menyadari penyaringan yang tidak menyenangkan ini sebagai contoh dari sleksi kebalikan adalah kecenderungan
orang yang memiliki lebih banyak informasi (dalam hal ini, pekerja, yang mengetahui
peluang mereka sendiri diluar) untuk menyeleksi sendiri dengan cara yang
merugikan orang-orang yang memiliki lebih sedikit informasi (perusahaan).
Dengan membayar upah di atas tingkat equilibrium perusahaan bisa menurunkan
seleksi kebalikan, meningkatkan kualitas rata-rata tenaga kerjanya dan mampu
meningkatkan produktifitas.
Teori
upah efisiansi keempat menyatakan
bahwa upah yang tinggi meningkatkan upaya pekerja. Teori ini menegaskan bahwa
perusahaan tidak dapat memantau dengan sempurna upaya para pekerja, dan para
pekerja harus memutuskan sendiri sejauh mana mereka akan bekerja keras. Para
pekerja dapat memilih untuk bekerja keras, atau mereka dapat memilih untuk
bermalas-malasan dengan resiko tertangkap basah dan dipecat. para ekonomi
menyadari kemungkinan ini adalah sebagai sebuah contoh kejahatan moral adalah kecenderungan orang untuk berprilaku
seenaknya ketika perilaku mereka tidak dipantau dengan ketat. Perusahaan dapat
mengurangi masalah kejahatan moral dengan membayar upah yang tinggi. Semakin
tinggi upah, semakin besar kerugian bagi pekerja bila mereka sampai dipecat.
Dengan membayar upah yang lebih tinggi perusahaan memotifasi lebih banyak
pekerja agar tidak bermalas-malasan dan dengan demikian meningkatkan
produktifitas mereka.
Meskipun
keempat teori upah efisiansi ini secara rinci berbeda, namun teori-teori
taersebut menyarakan topik yang sama: karena perusahaan beroperasi lebih efisien
jika membayar pekerjaannya dengan upah yang tinggi, maka perusahaan dapat menganggap bahwa
mempertahankan upah diatas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan
adalah menguntungkan. Hasil dari upah yang lebih tinggi dari pada upah
equilibrium ini adalah tingkat perolehan kerja yang lebih rendah dan
pengangguran yang lebih besar.
2.4 Pola Pengangguran
Pola
pengangguran disini adalah fakta dimana fakta ini akan membantu mengevaluasi
teori dan menilai kebijakan publik yang dimaksutkan untuk mengurangi
pengangguran.
2.4.1
Durasi
Pengangguran
ketika
seorang menjadi pengangguran, mungkinkah kondisi itu akan berlangsung lama atau
sebentar. Ini ialah di satu sisi, jika
sebagian besar pengangguran bersifat jangka pendek, maka seseorang mungkin
berpendapat bahwa itu adalah pengangguran friksional dan tidak dapat dihindari.
Para pengangguran mungkin memerlukan waktu untuk mencari pekerjaan yang paling
cocok dengan keahlian dan selera mereka. Di sisi lain, pengangguran jangka
panjang tidak bisa dengan mudah dikaitkan dengan waktu dibutuhkan untuk
mencocokkan pekerjaan dan pekerja. Pengangguran jangka panjang cenderung
menjadi pengangguran struktural. Jadi, durasi pengangguran bisa mempengaruhi
pandangan sebab-sebab munculnya pengangguran.
Jadi masa pengangguran adalah
pendek, tetapi sebagian besar menganggur bisa dikaitkan dengan pengangguran
jangka panjang.
Contoh
: pada tahun 1974 dimana ketika tingkat pengangguran adalah 5,6 persen. Pada
tahun itu, 60 persen dari masa pengangguran berakhir dalam waktu sebulan,
tetapi 69 persen dari minggu-minggu menganggur berlangsung selama dua bulan
atau lebih. Dan fakta lain adalah anggaplah bahwa 10 orang menganggur pada
tahun tertentu. Dari 10 orang ini, 8 orang menganggur selama 1 bulan dan 2
orang menganggur selama 12 bulan, sehingga totalnya 32 bulan. Dalam contoh ini,
sebagian besar masa pengangguran adalah pendek: 8 dari 10 masa menganggur, atau
80 persen, berakhir dalam 1 bulan. Tetapi sebagian besar masa menganggur
dikaitkan dengan pengangguran jangka panjang: 24 dari 32 bulan menganggur atau
75 persen, dialami oleh 2 pekerja yang menganggur selama 12 bulan. Tergantung
pada apakah kita melihat masa menganggur atau bulan-bulan menganggur, sebagian
besar pengangguran bisa berupa pengangguran jangka pendek atau jangka panjang.
Fakta durasi pengangguran ini
memiliki implikasi penting terhadap kebijakan publik. Jika tujuannya adalah
memperkecil tingkat pengangguran alamiah, maka kebijakan harus ditunjukkan pada
pengangguran jangka panjang, karena mereka menunjukkan jumlah pengangguran yang
besar. Tetapi kebijakan harus ditargetkan dengan cermat, karena pengangguran
jangka panjang menunjukan minoritas yang lebih kecil dari mereka yang menjadi
penganggur. Sebagian besar orang yang menjadi pengangguran yang memperoleh
kebijakan dalam waktu singkat.
2.4.2
Variasi
Tingkat Pengangguran di Anatara Kelompok-Kelompok Demografis
Tingkat
pengangguran sangat bervariasi diantara kelompok-kelompok yang berbeda dalam
populasi. Tabel 2.2 menunjukkan tingkat pemgagguran AS untuk kelompok-kelompok
geografis yang berbeda pada tahun 2000, ketika tingkat pengangguran keselurukan
adalah 4,0 persen.
Tabel 2.2
Tingkat pengangguran menurut kelompk
demokrafis: 2000
Usia
|
Pria
kulit
putih
|
Wanita
kulit
putih
|
Pria
kulit
hitam
|
Wanita
kulit
hitam
|
16-19
20
ke atas
|
12,3
2,8
|
10,4
3,1
|
26,4
7,0
|
23,0
6,3
|
Dimana
para pekerja yang lebih muda memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi
ketimbang para pekerja yang lebih tua. Model ini dapat dijelaskan dengan metode
tingkat pengangguran alamiah yang mana
menyebab kan menunujukkan dua kemungkinan timbulnya tingkat pengangguran yang
tinggi: tingkat perolehan kerja yang rendah dan tingkat pemutusan hubungan
kerja yang tinggi ketika para ekonom mempelajari data tentang transisi individu
antara bekerja dan menganggur, mereka menemukan bahwa kelompok dengan pengangguran
tinggi cenderung mempunyai tingkat pemutusan hubungan yang tinggi. Mereka
menemukan sedikit variasi diantara kelompok tingkat perolehan kerja. Sebagai
contoh pria kulit putih yang bekerja adalah empat kali lipat cenderung menjadi
pengangguran jika ia seorang pemuda ketimbang ia seorang dewasa, sekali
menganggur, tingkat perolehan kerjanya tidak begitu terkait dengan usianya.
Perolehan
ini membantu menjelaskan tingkat pengangguran yang lebih tinggi bagi para
pekerja yang lebih muda baru memasuki pasar tenaga kerja, dan mereka seringkali
tidak merasa pasti dengan rencanakan kariernya. Barang kali mereka mencoba
berbagai jenis pekerja sebelum membuat komitmen jangka panjang pada pekerjaan
tertentu. Jika demikian, kita seharusnya mengaharapkan tingkat pemutusan
hubungan kerja yang lebih tinggi dan tingkat pengangguran friksional yang lebih
tinggi dalam kelompok ini.
Fakta
lainnya muncul dalam tebel 2.2 adalah bahwa tingkat pengangguran jauh lebih
tinggi untuk orang-orang kulit hitam ketimbang kulit putih, fenomena ini tidak
bisa di pahami dengan baik. Data antara transisi antara pekerja dengan
pengangguran menunjukkan bahwa tingkat pengangguran yang lebih tinggi untuk
kulit hitam, dan terutama untuk pemuda kulit hitam, muncul karena tingkat
pemutusan hubungan kerja yang lebih tinggi serta tingkat perolehan kerja yang
lebih rendah. Alasan yang mendasari tingkat perolehan pekerjaan informasi dan
diskriminasi oleh para majikan (perusahaan).
2.4.3
Transisi
Masuk dan Keluar dari Angkatan Kerja
Aspek
penting dari dinamika pasar tenaga kerja
adalah pergerakan individu masuk dan keluar dari angkatan kerja. Model tingkat
pengangguran alamiah mengasumsikan bahwa besarnya angkatan kerja adalah tetap.
Dalam hal ini, alasan tunggal untuk pengangguran adalah perolehan kerja.
Dalam
kenyataannya, perubahan angkatan kerja adalah penting. Sekitar sepertiga dari
pengangguran adalah pekerja yang baru saja masuk kedalam angkatan kerja.
Sebagian dari mereka adalah para pekerja muda yang masih mencari pekerja
pertama mereka, sementara sebagian lain telah bekerja sebelumnya, tetapi untuk
sementara keluar. Selain itu, tidak semua pengangguran berahir dengan
memperoleh kerja, hampir seluruh dari seluruh masa pengangguran berakhir dengan
penarikan para pengangguran dari pasar tenaga kerja.
Individu-individu
yang memasuki dan meninggalkan angkatan kerja membuat statistik pengangguran
lebih sulit di interpretasikan. Di suatu sisi, sebagian individu yang merasa
diri mereka menganggur tidak serius mencari pekerjaan dan mungkin lebih tetap
dianggap keluar dari angkatan kerja. “pengangguran” ini tidak menunjukkan
masalah sosial. Di sisi lain, sebagian individu mungkin menginginkan pekerjaan,
tetapi setelah pencariannya dan belum juga berhasil, mereka menyerah. Para
pekerja yang putus asa (discouraged workers) ini dianggap keluar dari angkatan
kerja dan tidak ditampilkan dalam statistik pengangguran.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pengangguran
merupakan sumberdaya yang terbendung. Para pengangguran memiliki potensi untuk
memeberikan kontribusi pada pendapatan nasional, tetapi mereka tidak
melakukannya. Pencarian kerja yang cocok dengan keahlian mereka merupakan hal
yang mengembirakan jika pencarian itu berahir, dan orang-orang yang menunggu
pekerjaan diperusahaan yang membayar upah diatas equilibrium merasa senang
ketika lowongan terbuka.
Pengangguran friksional dan
pengangguran struktural tidak bisa dengan mudah dikurangi. Pemerintah tidak
dapat membuat pencarian kerja bersifat instan, juga tidak bisa dengan mudah
membawa upah mendekati tingkat ekuilibrium. Tingkat pengangguran nol adalah
tujuan yang sulit terwujut dalam perekonomian pasar bebas.
Tetapi
kebijakan publik bukannya tidak berbahaya mengurangi pengangguran.
Program-program pelatihan, sistem asuransi pengangguran, upah minimum dan
undang-undang yang mengarahkan posisi tawar-mawar korelatif adalah perbedaan
politik yang sering dibicarakan. Kebijakan yang di pilih sebaliknya memiliki
dampak penting terhadap tingkat pengangguran alamiah perekonomian.
DAFTAR PUSTAKA
Mankiw,
N gregory . ”Teori Makroekonomi” ,
Ed- 5, Jakarta. Erlangga 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar