Senin, 11 Februari 2013

Pengangguran

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pengangguran adalah masalah makro ekonomi yang mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat. Bagi kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berarti menurunkan standar kehidupan  dan tekanan psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politisi sering mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu terciptanya lapangan kerja.
Para pelaku ekonomi mempelajari pengangguran untuk mengidentifikasi penyebabnya dan untuk membantu memperbaiki kebijakan publik yang mempengaruhi pengguran. Sebagian dari kebijakan tersebut, seperti program pelatihan kerja membantu orang untuk mengurangi kesulitan pekerjaan. Kebijakan lain, seperti asuransi pengangguran, membantu mengurangi kesulitandan dialami para pengguran. Tetapi kebijakan lainnya tetap saja mempengaruhi munculnya pengguran secara tidak sengaja. Undang – undang yang menetapkan upah minimum yang tinggi, minsalnnya akan cenderung meningkatkan penggangguran di kalangan angkatan kerja yang kurang terdidik dan kurang berpengalaman.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah :
1.      Mengapa selalu ada mengguran ?
2.      Apa yang menentukan tingkat mengguran ?
3.      Determinan dari tingkat penggangguran alamiah (natirat rate of unemployment)?

1.3  Tujuan  Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan pembahasan adalah :
1.      Untuk mengetahui mengapa selalu ada pengangguran.
2.      Untuk mengetahui apa yang menentukan tingkat pengangguran.
3.      Untuk mengetahui Determinan dari tingkat penggangguran alamiah.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Kehilangan Pekerjaan, Perolehan Pekerjaan, dan Tingkat Pengangguran Alamiah
Tingkat pengganguran  alamiah (natural rate of uneployment)  adalah tingkat pengangguran rata-rata dalam perekonomian yang berfluktuasi. Tingkat pengangguran alamiah bisa dipandang sebagai tingkat pengangguran yang mempengaruhi gravitasi dalam jangka panjang, dengan adanya ketidak sempurnaan pasar tenaga kerja yang menyulitkan pekerja dari proses perolehan pekerjaan dengan segera.
Setiap hari sebagian pekerja kehilangan pekerjaan atau keluar dari pekerjaannya, dan sebagian dari yang menganggur diterima bekerja.  Pasang surut yang terjadi secara terus-menerus ini menentukan bagian dari angkatan kerja yang menganggur. Model dinamika angkatan kerja yang menunjukkan hal-hal faktor-faktor penentu tingkat pengangguran alamiah.
Berawal dari beberapa notasi. Notasi L  menunjukkan angkatan kerja. E jumlah orang yang bekerja, dan U jumlah pengangguran. Karena orang dalam usia kerja berinvestasi antara bekerja atau menganggur, maka angkatan kerta adalah jumlah orang yang bekerja dan menganggur :                                                    L = E + U
Dalam notasi ini. Tingkat pengangguran adalah U / L.
Untuk melihat apakah yang menentukam tingkat pengangguran, maka diasumsikan angkatan kerja L adalah tetap dan memfokuskan pada perubahan individu dalam angkatan kerja diantara bekerja dan penganggur. Ini ditunjukkan dalam gambar 2-1 Notasi S menunjukkan tingkat pemutusan kerja, bagian dari tenaga kerja yang kehilangan pekerjaannya setiap bulannya. Notasi  f  menunjukkan tingkat perolehan pekerjaan, bagian dari pengangguran yang mendapatkan pekerjaan setiap bulannya. Tingkat pemutusan kerja s dan tingkat perolehan pekerjaan f secara bersama- sama menentukan tingkat pengangguran.
            Jika tingkat penggangguran tidak naik atau turun yaitu, jika pasar tenaga kerja berada dalam kondisi mapan maka jumlah orang yang mendapatkan pekerjaan harus sama dengan jumlah orang kehilangan pekerjaan. Jumlah orang yang memeperoleh pekerjaan adalah fU dan jumlah orang yang kehilangan pekerjaan adalah sE, sehingga kita bisa menulis kondisi mapan sebagai :                                      fU = SE.
Ini dapat digunakan untuk mendapatkan tingkat pengangguran kondisi mapan. Dari suatu perusahaan, di ketahui bahwa E = L – U ; yaitu jumlah orang yang bekerja sama dengan angkatan kerja dikurangi jumlah pengangguran. Jika kita mengganti (L - U) untuk E dalam kondisi mapan. Kita peroleh                               fU = S (L - U)
untuk mendapatkan tingkat pengangguran, maka dibagi kedua sisi persamaan ini dengan L untuk mendapatkan                                      
sekarang di cari U/L ; 
persamaan ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran kondisi mapan U/L bergantung pada tingkat pemutusan kerja s dan tingkat perolehan kerja f. Semakin tinggi tingkat pemutusan kerja, semakin tinggi tingkat perolehan kerja, semakin rendah tingkat pengangguran.
            Meskipun bermanfaat dalam mengaitkan tingkat pengangguran dengan pemutusan kerja dan perolehan kerja. Jika seseorang selalu bisa memperoleh kerja dengan cepat, maka tingkat perolehan kerja akan sangat tinggi dan tingkat pengangguran akan mendekati nol. Model tingkat pengangguran ini mengasumsikan bahwa perolehan kerja tidak bersifat instan.
transisi antar menjadi pekerja atau penganggur dalam setiap periode, sebagian dari orang yang bekerja kehilangan pekerjaan mereka, dan sebagian dari pada penganggur memperoleh pekerjaan. Tingkat pemutusan kerja perolehan kerja menentukan tingkat pengangguran.

gambar 2-1
pemutusan kerja (s)
orang yang bekerja                                       pengangguran
perolehan kerja

2.2   Pencari Kerja dan Pengangguran Friksional
Salah satu alasan bagi adanya pengangguran adalah butuhnya waktu untun mencocokkan antara para pekerja dengan pekerjaan. Model equilibrium pasat tenaga kerja agregate yang mengasumsikan bahwa seluruh pekerja dan seluruh pekerjaan adalah indentik. Jika ini benar dan pasar tenaga kerja berada dalam kondisi equilibrium, maka kehilangan pekerjaan tidak menyebabkan pengangguran,  pekerja yang keluar dari pekerjaannya akan segera mendapatkan pekerjaan baru pada upah besar.
Dalam kenyataannya, para pekerja mempunyai preverensi serta kemampuan yang berbeda, dan pekerjaan memiliki karekteristik yang berbeda. Sementara itu arus informasi tentang calon karyawan dan lowongan kerja tidak sempurna, serta mobilitas geografis pekerjaan tidak instan. Untuk semua alasan ini, mencari pekerja yang tepat membutuhkan waktu serta usaha, dan ini cenderung mengurangi tingkat perolehan kerja tentu saja, karna pekerjaan yang berbeda membutuhkan keahlian yang berbeda oleh waktu yang dibutuhkan orang untuk mencari pekerjaan tersebut pengangguran friksional (friksional unemployment).
Pengangguran friksional tidak bisa diletakkan dalam perekonomian yang sedang berubah. Untuk beberapa alasan, jenis-jnis barang yang dikonsumsi  perusahaandan rumah tangga bervariasi sepanjang waktu. Ketika permintaan terhadap barang bergeser, permintaan terhadap tenaga kerja yang memproduksi barang-barang tersebut juga berubah.
2.2.1        Kebijakan Publik dan Pengangguran Friksional
Banyak kebijakan publik berusaha munurunkan tingkat pengangguran alamiah dengan mengurangi pengangguran friksional. Kantor ketenagakerjaan pemerintah menyebarkan informasi tentang lowongan untuk mencocokkan pekerjaan  dengan para pekerja secara lebih efisien.  Program pelatihan ulang yang di adakan oleh pemerintah di rancang untuk memperlancar rtansisi pekerja dari industri yang sedang menurun keindustri yang sedang tumbuh. Jika berhasil menaikkan tingkat pekerjaan, program ini akan akan mengurangi tingkat pengangguran alamiah.
            Sedangkan program pemerintah lain caranya secara tidak sengaja meningkatkan pengangguran friksional. Salah satunya adalah asuransi pengangguran (uneployment insurance). Menurut program ini, para penganggur bisa mengambil sebagian dari upah mereka selama periode tertentu setelah mereka kehilamgan pekerjaan.
            Dengan mengurangi kesulitan ekonomi para pengangguran, asuransi pengangguran meningkatkan jumlah pengangguran friksional dan meningkatkan tingkat pengangguran alamiah. Para pengangguran yang menerima tujuan  asuransi pegangguran menjadi berkurang tekanannya dalam mencari pekerjaan baru dan cenderung menolak tawaran pekerjaan yang tidak menarik. Kedua perubahan prilaku ini  mengurangi tingkat perolehan pekerjaan. Selain itu, karena para pekerja tahu bahwa pendapatan mereka sebagian dilindungi oleh asuransi pengangguran, maka mereka kurang suka mencari pekerjaan dengan prospek yang stabil dan tidak terlalu peduli pada jaminan keamanan kerja. Perubahan prilaku ini meningkatkan  tingkat pemutusan hubungan kerja.
            Walaupun asuransi pengangguran meningkatkan tingkat pengangguran alamiah, tidak berarti bahwa kebijakan tersebut keliru. Program ini juga memiliki manfaan mengurangi ketidak pastian pekerja tentang pendapatannya. Lebih dari itu, dorongan terhadap para pekerja untuk menolak tawaran pekerjaan yang tidak menarik dapat mengarah pada pencocokan yang lebih baik antara pekerja dan pekerjaan.

2.3 Kekakuan Upah Riil dan Pengangguran Struktural
Alasan kedua adanya pengangguran adalah kekakuan upah (wage rigidity) adalah gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaan. Dalam model equilibrium pasar tenaga kerja, sebagai mana telah dijelaskan bahwa upah riil berubah untuk menyeimbangkan penawan dan permintaan. Tetapi upah tidak selalu fleksibel. Kadang-kadang upah-riil mengurangi tingkat kliring pasar (market clearing level) atau tingkat equilibrium.
 Gambar  2.3
menunjukkan Kekakuan upah riil menyebabkan penjatahan pekerjaan jika upah  riil tertahan di atas tingkat equilibrium, maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya. Akibatnya adalah pengangguran.

Upah riil                                                  penawaran
                                  Jumlah
                                          pengangguran
                         


Jumlah tenaga kerja yang ingin bekerja
permintaan
Jumlah tenaga kerja
yang dipekerjakan






upah riil yang kaku

                                                                                    Tenaga kerja
.
Gambar 2.3  menunjukkan mengapa kekakuan upah menyababkan pengangguran. Ketika upah riil berada diatas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta.
            Pengangguran yang disebabkan yang disebabkan oleh kekakuan upah dan permintaan pekerjaan disebut pengangguran struktural. Para pekerja yang tidak dipekerjakan yang paling cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena pada tingkat upah berlaku, penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya. Para pekerja ini hanya menunggu pekerjaan yang akan tersedia.
            Ketika upah riil melebihi tingkat equilibrium dan penawaran pekerja melebihi permintaannya, kita bisa berharap perusahaan menurunkan upah yang mereka bayar. Pengangguran struktural muncul karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan penawaran tenaga kerja.
2.3.1 Tiga Hal yang Menyebabkan Kekakuan Upah
1. Undang-undang Upah Minimum
Ketika pemerintah memepertahankan upah agar tidak mencapai tingkat equilibrium, hal itu dapat menimbulkan kekakuan upah. Undang-undang upah minimum menetapkan tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para karyawannya. Sejak keluarnya undang-undang standar kerja yang adil tahun 1938 (fair lebor standards act of 1938), pemerintah federal AS memaksakan upah minimum yang biasa nya berada di antara 30 sampai 50 persen dari upah rata-rata dalam industri manufaktur. Bagi sebagian besar pekerja, upah minimum ini tidak berpengaruh, karena mereka menikmati upah diatas upah minimum. Bagi sebagian lainnya, terutama yang tidak terdidik dan kurang berpengalaman, upah minimum meningkatkan upah mereka diatas tingkat equilibriumnya. Karena itu, upah minimum mengurangi sejauh tenaga kerja yang di minta perusahaan.
Para ekonomi percaya bahwa upah minimum memiliki dampak terbesar terhadap pengangguran usia muda. Upah equilibrium para pekerja usia muda cenderung rendah karena dua alasan. Pertama,  karena para pekerja usia muda termasuk anggota angkatan yang kurang terdidik dan kurang berpengalaman, mereka cenderung memiliki produktifitas marginal yang rendah. Kedua, para pemuda seringkali mengambil sebagian dari “konfensasi” mereka dalam bentuk on-the-job training ketimbang bayaran langsung. Magang adalah contoh pelatihan klasik yang diberikan sebagai pengganti upah. Untuk kedua alasan ini, upah yang menyeimbangkan penawaran pekerja usia muda dengan permintaannya adalah rendah. Karena itu upah minimum seringkali berpengaruh pada para pemuda ketimbang yang lainnya dalam angkatan kerja.
Upah minimum merupakan sumber perdebatan polotik yang tidak ada habisnya para pendukung upah minimum yang lebih tinggi memandangnya sebagai sarana meningkatkan pendapatan para pekerja miskin. Tentu saja, upah minimum hanya memberikan standar kehidupan yang lebih kecil.
Banyak ekonom dan pembuat kebijakan kepercayaan bahwa keringanan pajak adalah cara yang lebih baik untuk meningkatkan pendapatan para pekerja miskin. Keringanan pajak pendapatan yang diterima adalah jumlah yang dikurangkan dari pajak yang ditanggung oleh keluarga para pekerja minskin. Untuk keluarga dengan pendapatan yang sangat rendah, keringanan melebihi pajaknya, dan keluarga menerima pembayaran dari pemerintah. Tidak seperti upah minimum, keringanan pajak pendapatan yang diterima tidak meningkatkan biaya tenaga kerja dan, karena itu, tidak mengurangi jumlah tenaga kerja yang diterima. Namun demikian, keringanan pajak memiliki kelemahan karena mengurangi penerimaan pajak pemerintah.
2.      Serikat Pekerja dan Posisi Tawar-Menawar kolektif
Penyebab dari kekakuan upah yang kedua adalah kekakuan monopoli serikat kerja. Serikat pekerja juga dapat mengurangi upah yang dibayar perusahaan yang memiliki angkatan kerja yang tidak menjadi anggota serikat pekerja karena ancaman pembentukan serikat pekerja bisa mempertahankan upah diatas tingkat equilibrium. Serikat pekerja tidak hanya meningkatkan upah tetapi meningkatkan kekuatan posisi tawar-menawar pekerja pada banyak hal lain, seperti jam kerja dan kondisi kerja. Perusahaan bisa saja membayar para pekerja dengan upah yang tinggi  agar mereka tetap gembira untuk mencegah membentuk serikat pekerja.
Pengangguran yang di sebabkan oleh serikat pekerja dan ancaman pembentukan serikat pekerja (unionization) merupakan sebuah contoh konflik antara kelompok kerja yang berbeda orang dalam (insiders) dan orang luar (outsider). Para pekerja yang sudah bekerja pada suatu perusahaan, orang dalam,  biasanya perusahaan mempertahankan upah tetap tinggi.  Para pengangguran, orang luar, menentang memberikan upah yang tinggi karena pada upah yang lebih rendah mereka bisa dipekerjakan. Kedua kelompok ini cenderung memiliki kepentingan yang bertentanngan. Dampak dari setiap proses tawar-menawar terhadap upah dan kesempatan kerja sangat tergsntung ada pengaruh relatif dari masing-masing kelompok.
3.      Upah Efisiensi
Teori upah efisiensi mengajukan penyebab ketiga dari kekakuan upah selain undang-undang upah minimum dan pembentukan serikat kerja. Teori ini menyatakan bahwa upah yang tinggi membuat para pekerja lebih produktif. Pengaruh upah terhadap evisiensi pekerja dapat menjelaskan kegagalan perusahaan untuk memangkas upah meskipun terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja dan akan mengurangi tagihan upah perusahaan, pengurangan upah juga akan memperendah produktivitas pekerja dan laba perusahaan
Para ekonomi mengajukan berbagai teori untuk menjelaskan bagai mana upah mempengaruhi produktifitas pekerja.  Sebuah teori upah efisiensi yang pertama, yang lebih banyak diterapkan di negara miskin, menyatakan bahwa upah mempengaruhi nutrisi. Pera pekerja yang di bayar dengan upah memadai bisa membeli lebih banyak nutrisi, dan para pekerja yang lebih sehat akan lebih produktif. Suatu perusahaan mungkin akan membayar upah di atas tingkat equilibrium untuk menjaga agar tenaga kerjanya tetap sehat.
Teori upah efisiensi yang kedua, yang lebih releven begi negara-negara maju, menyatakan bahwa upah yang tinggi menurunkan perputaran tenaga kerja. Para pekerja keluar dari pekerjaannya karena sebagian alasan untuk menerima posisi yang lebih baik di perusahaan lain, mengubah karier, ataupun pindah kewilayah lain. Semakin besar perusahaan membayar pekerjaanya, semakin besar insentif mereka untuk tetap bekerja dalam perusahaan tertentu. Dengan membayar upah yang tinggi, perusahaan mengurangi frekuensi pekerja yang keluar dari pekerjaan, sekaligus mengurangi waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menarik dan melatih pekerja baru.
Teori upah efisiensi ketiga, kenyataan bahwa kualitas rata-rata dari tenaga kerja perusahaan tergantung pada upah yang dibayar kepada karyawannya. Jika perusahaan mengurangi upahnya, maka pekerja terbaik bisa mengambil pekerjaan di tempat lain, menininggalkan perusahaan dengan para pekerja tidak terdidik yang memiliki lebih sedikit alternatif. Para ekonomi menyadari penyaringan yang tidak menyenangkan ini sebagai contoh dari sleksi kebalikan adalah kecenderungan orang yang memiliki lebih banyak informasi (dalam hal ini, pekerja, yang mengetahui peluang mereka sendiri diluar) untuk menyeleksi sendiri dengan cara yang merugikan orang-orang yang memiliki lebih sedikit informasi (perusahaan). Dengan membayar upah di atas tingkat equilibrium perusahaan bisa menurunkan seleksi kebalikan, meningkatkan kualitas rata-rata tenaga kerjanya dan mampu meningkatkan produktifitas.
Teori upah efisiansi keempat menyatakan bahwa upah yang tinggi meningkatkan upaya pekerja. Teori ini menegaskan bahwa perusahaan tidak dapat memantau dengan sempurna upaya para pekerja, dan para pekerja harus memutuskan sendiri sejauh mana mereka akan bekerja keras. Para pekerja dapat memilih untuk bekerja keras, atau mereka dapat memilih untuk bermalas-malasan dengan resiko tertangkap basah dan dipecat. para ekonomi menyadari kemungkinan ini adalah sebagai sebuah contoh kejahatan moral adalah kecenderungan orang untuk berprilaku seenaknya ketika perilaku mereka tidak dipantau dengan ketat. Perusahaan dapat mengurangi masalah kejahatan moral dengan membayar upah yang tinggi. Semakin tinggi upah, semakin besar kerugian bagi pekerja bila mereka sampai dipecat. Dengan membayar upah yang lebih tinggi perusahaan memotifasi lebih banyak pekerja agar tidak bermalas-malasan dan dengan demikian meningkatkan produktifitas mereka.
Meskipun keempat teori upah efisiansi ini secara rinci berbeda, namun teori-teori taersebut menyarakan topik yang sama: karena perusahaan beroperasi lebih efisien jika membayar pekerjaannya dengan upah yang tinggi,  maka perusahaan dapat menganggap bahwa mempertahankan upah diatas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan adalah menguntungkan. Hasil dari upah yang lebih tinggi dari pada upah equilibrium ini adalah tingkat perolehan kerja yang lebih rendah dan pengangguran yang lebih besar.

2.4 Pola Pengangguran
Pola pengangguran disini adalah fakta dimana fakta ini akan membantu mengevaluasi teori dan menilai kebijakan publik yang dimaksutkan untuk mengurangi pengangguran.
2.4.1        Durasi Pengangguran
ketika seorang menjadi pengangguran, mungkinkah kondisi itu akan berlangsung lama atau sebentar. Ini  ialah di satu sisi, jika sebagian besar pengangguran bersifat jangka pendek, maka seseorang mungkin berpendapat bahwa itu adalah pengangguran friksional dan tidak dapat dihindari. Para pengangguran mungkin memerlukan waktu untuk mencari pekerjaan yang paling cocok dengan keahlian dan selera mereka. Di sisi lain, pengangguran jangka panjang tidak bisa dengan mudah dikaitkan dengan waktu dibutuhkan untuk mencocokkan pekerjaan dan pekerja. Pengangguran jangka panjang cenderung menjadi pengangguran struktural. Jadi, durasi pengangguran bisa mempengaruhi pandangan sebab-sebab munculnya pengangguran.
            Jadi masa pengangguran adalah pendek, tetapi sebagian besar menganggur bisa dikaitkan dengan pengangguran jangka panjang.
Contoh : pada tahun 1974 dimana ketika tingkat pengangguran adalah 5,6 persen. Pada tahun itu, 60 persen dari masa pengangguran berakhir dalam waktu sebulan, tetapi 69 persen dari minggu-minggu menganggur berlangsung selama dua bulan atau lebih. Dan fakta lain adalah anggaplah bahwa 10 orang menganggur pada tahun tertentu. Dari 10 orang ini, 8 orang menganggur selama 1 bulan dan 2 orang menganggur selama 12 bulan, sehingga totalnya 32 bulan. Dalam contoh ini, sebagian besar masa pengangguran adalah pendek: 8 dari 10 masa menganggur, atau 80 persen, berakhir dalam 1 bulan. Tetapi sebagian besar masa menganggur dikaitkan dengan pengangguran jangka panjang: 24 dari 32 bulan menganggur atau 75 persen, dialami oleh 2 pekerja yang menganggur selama 12 bulan. Tergantung pada apakah kita melihat masa menganggur atau bulan-bulan menganggur, sebagian besar pengangguran bisa berupa pengangguran jangka pendek atau jangka panjang.
            Fakta durasi pengangguran ini memiliki implikasi penting terhadap kebijakan publik. Jika tujuannya adalah memperkecil tingkat pengangguran alamiah, maka kebijakan harus ditunjukkan pada pengangguran jangka panjang, karena mereka menunjukkan jumlah pengangguran yang besar. Tetapi kebijakan harus ditargetkan dengan cermat, karena pengangguran jangka panjang menunjukan minoritas yang lebih kecil dari mereka yang menjadi penganggur. Sebagian besar orang yang menjadi pengangguran yang memperoleh kebijakan dalam waktu singkat.
2.4.2        Variasi Tingkat Pengangguran di Anatara Kelompok-Kelompok Demografis
Tingkat pengangguran sangat bervariasi diantara kelompok-kelompok yang berbeda dalam populasi. Tabel 2.2 menunjukkan tingkat pemgagguran AS untuk kelompok-kelompok geografis yang berbeda pada tahun 2000, ketika tingkat pengangguran keselurukan adalah 4,0 persen.
Tabel 2.2
Tingkat pengangguran menurut kelompk demokrafis: 2000
Usia
Pria
kulit putih
Wanita
kulit putih
Pria
kulit hitam
Wanita
kulit hitam
16-19
20 ke atas
12,3
2,8
10,4
3,1
26,4
7,0
23,0
6,3

Dimana para pekerja yang lebih muda memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi ketimbang para pekerja yang lebih tua. Model ini dapat dijelaskan dengan metode tingkat pengangguran alamiah  yang mana menyebab kan menunujukkan dua kemungkinan timbulnya tingkat pengangguran yang tinggi: tingkat perolehan kerja yang rendah dan tingkat pemutusan hubungan kerja yang tinggi ketika para ekonom mempelajari data tentang transisi individu antara bekerja dan menganggur, mereka menemukan bahwa kelompok dengan pengangguran tinggi cenderung mempunyai tingkat pemutusan hubungan yang tinggi. Mereka menemukan sedikit variasi diantara kelompok tingkat perolehan kerja. Sebagai contoh pria kulit putih yang bekerja adalah empat kali lipat cenderung menjadi pengangguran jika ia seorang pemuda ketimbang ia seorang dewasa, sekali menganggur, tingkat perolehan kerjanya tidak begitu terkait dengan usianya.
Perolehan ini membantu menjelaskan tingkat pengangguran yang lebih tinggi bagi para pekerja yang lebih muda baru memasuki pasar tenaga kerja, dan mereka seringkali tidak merasa pasti dengan rencanakan kariernya. Barang kali mereka mencoba berbagai jenis pekerja sebelum membuat komitmen jangka panjang pada pekerjaan tertentu. Jika demikian, kita seharusnya mengaharapkan tingkat pemutusan hubungan kerja yang lebih tinggi dan tingkat pengangguran friksional yang lebih tinggi dalam kelompok ini.
Fakta lainnya muncul dalam tebel 2.2 adalah bahwa tingkat pengangguran jauh lebih tinggi untuk orang-orang kulit hitam ketimbang kulit putih, fenomena ini tidak bisa di pahami dengan baik. Data antara transisi antara pekerja dengan pengangguran menunjukkan bahwa tingkat pengangguran yang lebih tinggi untuk kulit hitam, dan terutama untuk pemuda kulit hitam, muncul karena tingkat pemutusan hubungan kerja yang lebih tinggi serta tingkat perolehan kerja yang lebih rendah. Alasan yang mendasari tingkat perolehan pekerjaan informasi dan diskriminasi oleh para majikan (perusahaan).


2.4.3        Transisi Masuk dan Keluar dari Angkatan Kerja
Aspek penting dari dinamika  pasar tenaga kerja adalah pergerakan individu masuk dan keluar dari angkatan kerja. Model tingkat pengangguran alamiah mengasumsikan bahwa besarnya angkatan kerja adalah tetap. Dalam hal ini, alasan tunggal untuk pengangguran adalah perolehan kerja.
Dalam kenyataannya, perubahan angkatan kerja adalah penting. Sekitar sepertiga dari pengangguran adalah pekerja yang baru saja masuk kedalam angkatan kerja. Sebagian dari mereka adalah para pekerja muda yang masih mencari pekerja pertama mereka, sementara sebagian lain telah bekerja sebelumnya, tetapi untuk sementara keluar. Selain itu, tidak semua pengangguran berahir dengan memperoleh kerja, hampir seluruh dari seluruh masa pengangguran berakhir dengan penarikan para pengangguran dari pasar tenaga kerja.
Individu-individu yang memasuki dan meninggalkan angkatan kerja membuat statistik pengangguran lebih sulit di interpretasikan. Di suatu sisi, sebagian individu yang merasa diri mereka menganggur tidak serius mencari pekerjaan dan mungkin lebih tetap dianggap keluar dari angkatan kerja. “pengangguran” ini tidak menunjukkan masalah sosial. Di sisi lain, sebagian individu mungkin menginginkan pekerjaan, tetapi setelah pencariannya dan belum juga berhasil, mereka menyerah. Para pekerja yang putus asa (discouraged workers) ini dianggap keluar dari angkatan kerja dan tidak ditampilkan dalam statistik pengangguran.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
            Pengangguran merupakan sumberdaya yang terbendung. Para pengangguran memiliki potensi untuk memeberikan kontribusi pada pendapatan nasional, tetapi mereka tidak melakukannya. Pencarian kerja yang cocok dengan keahlian mereka merupakan hal yang mengembirakan jika pencarian itu berahir, dan orang-orang yang menunggu pekerjaan diperusahaan yang membayar upah diatas equilibrium merasa senang ketika lowongan terbuka.
            Pengangguran friksional dan pengangguran struktural tidak bisa dengan mudah dikurangi. Pemerintah tidak dapat membuat pencarian kerja bersifat instan, juga tidak bisa dengan mudah membawa upah mendekati tingkat ekuilibrium. Tingkat pengangguran nol adalah tujuan yang sulit terwujut dalam perekonomian pasar bebas.
Tetapi kebijakan publik bukannya tidak berbahaya mengurangi pengangguran. Program-program pelatihan, sistem asuransi pengangguran, upah minimum dan undang-undang yang mengarahkan posisi tawar-mawar korelatif adalah perbedaan politik yang sering dibicarakan. Kebijakan yang di pilih sebaliknya memiliki dampak penting terhadap tingkat pengangguran alamiah perekonomian.






DAFTAR PUSTAKA
Mankiw, N gregory . ”Teori Makroekonomi” , Ed- 5, Jakarta. Erlangga 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar